TULISAAN BERJALAN
Jumat, 19 Oktober 2018
Minggu, 16 September 2018
Rabu, 14 Maret 2018
PENGEMBANGAN KESADARAN DIRI
Kepala sekolah yang ingin melaksanakan program pengembangan
kesadaran diri pertama-tama harus melihat kebijakan yang berlaku disekolah dan
menentukan apakah kebijakan tersebut cenderung tidak menghargai ataukah
meningkatkan peran guru. Sebagai contoh kebijakan sekolah yang senantiasa
memantau guru-guru memastikan adanya kesamaan pendapat dan tindakan atau tidak
melibatkan guru-guru dalam proses pembuatan keputusan harus dikaji kembali.
Tindakan pengawasan ketat yang membuat guru-guru merasa tidak dihargai dan
tidak dipercaya juga harus dihentikan. Kepala sekolah yang sulit mendelegasikan
tugas atau merasa bahwa semua keputusan harus lewat dirinya perlu mengubah
manajemennya jika ia ingin mengembangkan kesadaran diri guru.
Kepala sekolah yang benar-benar ingin membina warga sekolah agar
memiliki kesadaran diri yang positif perlu mengembangkan lima sikap diri, yaitu
perasaan aman, perasaan memiliki jati diri, perasaan turut memiliki, kesadaran
akan perlunya tujuan, dan kesadaran akan kemampuan pribadi. Kelima sifat
tersebut bersifat urut, dalam arti bahwa seseorang tidak mungkin merasa
memiliki kemampuan pribadi apabila merasa tidak aman (Reasoner, 1986: 12).
Setiap orang dapat meningkatkan kepekaan perasaan sehingga memiliki
tenggang rasa yang tinggi, yakni dengan membayangkan suatu keadaan dipandang
dari sudut pandang orang lain. Dengan jalan demikian orang akan menjadi lebih
peka terhadap reaksi orang lain, dapat merasakan apa yang dirasakan oleh orang
lain. Akibat selanjutnya, orang tersebut dapat lebih memahami orang lain dan
dapat memovasinya untuk melakuka yang terbaik.
Menurut Timpe ada tiga metode yang dapat kita gunakan untuk
menambah kepekaan perasaan sehingga memiliki tingkat empati yang tinggi. Pertama,
dengan melakukan introspeksi dan dengan menggunakan teman terpercaya sebagai
tempat berkaca diri. Kedua, dengan mencari bantuan seorang professional.
Ketiga, melalui interaksi dengan kelompok yang mengikuti
pelatihan kepekaan perasaan.
Perlu juga disadari bahawa orang dapat termotivasi secara positif
oleh peluang untuk menambah kepuasan, dan secara negatif oleh kekhawatiran
bahwa kepuasannya akan berkurang. Seseorang yang sangat menghargai jaminan
hidup akan termotivasi positif untuk mendapatkan pekerjaan yang menjanjikan kelangsungan
pendapatan. Apabila yang bersangkutan telah memperoleh pekerjaan tersebut, ia
akan termotivasi negative oleh ancaman kehilangan pekerjaan. Oleh karena itu
kita harus bekerjasama dengan orang lain intensif positif maupun negatif.
Namun, usaha yang maksimal harus diarahkan untuk menggunkan intensif positif.
Hal lain yang perlu diingat bahwa ada pegawai yang dipacu oleh
hasrat untuk mendominasi orang lain. Hal ini biasanya merupakan suatu reaksi
terhadap perasaan tidak aman dan harga diri yang rendah. Orang yang memilki hasrat
untuk mendominasi sebaiknya tidak diberi tugas menjadi pengawas atau koordinator
karena ia cenderung mematikan inisiatif dan kreativitas.
Empati merupakan kualitas utama yang ketiga untuk meningkatkan
hubungan antar pribadi. Kualitas yang pertama dan kedua adalah keihlkasan
dan cinta tanpa ingin memiliki. Empati merupakan kemampuan untuk
benar-benar melihat dan mendengar orang lain dan memahaminya dari perspektif
orang lain tersebut. Menurut Carl Rogers, ketiga kualitas tersebut sangat
penting untuk membangun hubungan komunikasi yang konstruktif (Bolton, 1979:
259). Dengan kata lain, keikhlasan, cinta tanpa ingin memiliki, dan empati
merupakan keterampilan sosial yang perlu dikembangkan dalam setiap lingkungan
kerja, termasuk sekolah, supaya dapat efektif atau berhasil dengan baik.
Komunikasi atau hubungan social merupakan perwujudan dari sikap
dasar melalui metode dan teknik yang khas. Teknik-teknik komunikasi hanya
berguna selama teknik-teknik tersebut memudahkan pengungkapan kualitas manusia
yang utama. Orang yang menguasai keterampilan komunikasi, tetapi kurang
memiliki keikhlasan, cinta tanpa ingin memiliki, dan empati akan merasakan
bahwa keterampilan tersebut tidak relevan, bahkan membahayakan. Sebagai contoh,
orang yang sangat terampil berbicara, tetapi kurang dapat memahami lawan bicara
dari perspektif atau pandangan lawan bicara tersebut , kemungkinan akan dibenci
oleh orang banyak. Jadi, teknik komunikasi saja tidak dapat menciptakan
hubungan sosial yang memuaskan.
Empati dapat dimaknai menyelami perasaan orang lain, namun masih
tetap menjaga beberapa keterpisahan. Empati berarti dapat merasakan apa yang
dirasakan oleh orang lain, tanpa kehilangan jati diri. Untuk itu, dibutuhkan
kemampiuan menanggapi secara tepat kebutuhan orang lain tanpa dipengaruhi
olehnya. Orang yang empatik dapat merasakan kepedihan perasaan orang lain,
tetapi tidak ikut terluka perasaannya. Ia dapat merasakan kebingungan,
kemarahan, ketakutan, atau cinta orang lain seolah-olah hal tersebut menimpa
perasaannya sendiri, tetapi ia tidak kehilangan kesadaran bahwa hal tersebut
hanya “seolah-olah”.
Dipublikasikan oleh Aftrino Ridlo Hidayat - Guru Kelas V MIN Wonosobo 2017-2018.
( Diambil dan dikembalikan pada Buku "Humanisasi Pendidikan")
Minggu, 18 Februari 2018
Langganan:
Postingan (Atom)